Mengenai Saya

Foto saya
Mensyukuri n Menikmati Hidup Apa Adanya ... Yang Penting "Cukup"

Selasa, 24 Agustus 2010

Selesaikan Masalah Hanya Dengan Pasangan

Hidup berumahtangga pasti tidak dapat lepas dari masalah. Setiap hari ada saja masalah yang mengganggu hati. Entah diri kita sendiri yang merasakannya atau tanpa kita sadari pasangan kita yang terusik. Lama kelamaan masalah yang terakumulasi menjadi bom waktu yang bisa meledak tanpa disangka-sangka.
                Rumitnya, bila bom waktu ini meledak pada tempat yang tak seharusnya. Nah, salah satu tempat meledak yang tak tepat ini biasanya adalah orang ketiga, misalnya, orangtua, anak, mertua, dan yang paling sering adalah teman. Mereka seringkali adalah tempat yang dipilih untuk menceritakan masalah rumah tangga atau tempat curahan hati (curhat).
Beda yang Harus Dimengerti
                Kaum pria biasanya anti membicarakan masalah kehidupan rumahtangganya pada pihak ketiga. Ini bisa dimengerti karena kaum pria memiliki ego untuk tidak dianggap lemah dan menganggap tahu bila wilayah kontrolnya diintervensi pleh pihak lain, orangtua sekalipun. Bila kemudian laki-laki menceritakan masalah internalnya pada orang lain, biasanya pada orang yang sangat dekat dan dianggapnya bisa dipercaya.
                Akan tetapi, kondisi ini sangat berbeda dengan perempuan yang biasanya lebih sensitif dan lebih terbuka. Sekalipun, terkadang perempuan bercerita bukan karena ingin mendapatkan solusi, tetapi karena merasa ingin dipahami dan ditemani. Hal ini dilatarbelakangi oleh sensitivitas emosi yang lebih tinggi dan kemampuan perempuan untuk memikirkan lebih dari satu pokok masalah dalam waktu bersamaan, sehingga beban stres lebih banyak menumpuk pada perempuan.
                Tidak heran bila perempuan enggan bercerita pada suaminya, karena kaum pria biasanya tidak telaten mendengarkan keluh-kesah istrinya yang “melebar dan meluas”, kemudian langsung mencetuskan solusi praktis yang dianggapnya tepat pada istrinya. Keengganan ini timbul karena memang bukan tanggapan seperti itu yang diharapkan oleh kaum perempuan.
Bahaya Curhat
                Terlepas dari perbedaan yang melatarbelakangi kecenderungan pada lelaki dan perempuan di atas, masalah “bom” yang tidak meledak pada tempatnya ini tetap akan memicu hal yang serius, bila tidak diatasi sedini mungkin.
                Resiko yang pertama adalah masalah tidak selesai bahkan masalah bertambah ruwet karena orang ketiga yang diajak bicara tidak memberikan pandangan yang tepat.
Pasalnya, orang ketiga adalah orang yang berada di lingkar luar masalah, sehingga tak tahu pasti akar permasalahan yang timbul dan bagaimana spectrum masalah. Bisa jadi, alih-alih melegakan, justru membuat perasaan hati makin tak karuan.
                Resiko berikutnya adalah pasangan yang dibicarakan pasti akan merasa tak nyaman. Ini dapat dipahami, karena yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat sangat internal. Akhirnya, masalah yang sebenarnya sudah selesai malah makin panjang karena bertambah dengan kejengkelan pasangan. Apalagi bila dalam pembicaraan tersebut pasangan kita tahu bahwa dirinya dibandingkan dengan orang lain.
                Membicarakan masalah dengan orang ketiga pun tak jarang hanya akan menyebarluaskan masalah yang seharusnya hanya diketahui oleh berdua. Karena, kerahasiaan masalah memang tak dapat dijamin kecuali kita bercerita pada ahlinya, ulama atau psikolog.
                Belum lagi bila suatu hari kita bertemu dengan orang ketiga tersebut dalam pertemuan yang melibatkan orang banyak dan tiba-tiba ia bertanya apakah masalah kita sudah selesai. Tentu ini akan membuat kita sangat tidak nyaman. Penyebabnya, pertama, pertanyaan yang dilontarkan di muka umum. Kedua, bila masalah itu sudah selesai pasti akan membuat kita mengingat kembali suasana yang tidak menyenangkan yang telah berlalu. Apalagi bila memang masalahnya belum selesai. Maksud hati datang ke tempat yang ramai untuk sejenak melupakan masalah, malah diingatkan kembali pada masalah.
Kondisi yang Dibolehkan
Lantas apakah menceritakan masalah pada pihak ketiga sepenuhnya salah? Sebetulnya juga tidak, bila yang diceritakan masalah-masalah kecil yang tidak menyangkut keutuhan rumah tangga. Tentu semua manusia membutuhkan teman untuk berbagi cerita. Namun, memang sangat diperlukan kontrol yang kuat saat pembicaraan mulai menyerempet masalah internal yang terjadi di antara pasangan.
                Selain itu, membicarakan masalah yang terjadi dengan pasangan juga ada baiknya, manakala kita bertujuan membantu orang lain untuk mengatasi masalahnya. Misalkan orang tersebut meminta saran atas masalah yang dihadapinya. Dengan catatan, masalah kita sendiri sudah selesai atau pembicaraan yang dilakukan bertujuan mengatasi masalah bersama.
                Bercerita pada orang ketiga juga menjadi perlu manakala masalah yang dihadapi harus diselesaikan oleh ahlinya atau sudah memasuki taraf genting hingga membutuhkan penengah yang bijak dan dipercaya. Seperti yang dilakukan oleh Khaulah binti Tsa’labah yang menceritakan perilaku kasar suaminya, Aus bin Shamit kepada rasulullah SAW. Karena Khaulah tidak bisa melayani Aus yang telah lanjut usia sesuai denga keinginannya, Aus kemudian menjatuhkan Zihar (mengatakan bahwa istrinya sama dengan punggung ibunya, dalam tradisi arab kata-kata ini sama dengan menjatuhkan talak) kepadaKhaulah. Sang istri pun pergi mengadu kepada Rasulullah, hingga turunlah ayat 1-4 surat Al-Mujaadilah sebagai hukuman pada Aus bin Shamit.
Bicarakan Hanya Dengannya
Namun demikian, masalah yang terjadi diantara pasangan tetaplah hanya diketahui secara persis oleh pasangan itu sendiri. Karena itu, sangatlah bijak, bila kita membicarakan masalah yang kita hadapi dengan pasangan kita sendiri. Bila salah seorang membicarakan pasangannya kepada orang lain, ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dan ketidakpuasan yang tidak tersampaikan dengan baik pada pasangannya. Maka disinilah momen untuk membiasakan diri menyampaikan apa yang tidak kita sukai pada pasangan melalui pola komunikasi yang baik.
Jangan menunggu pasangan kita yang memulai pembicaraan. Yakinlah, sekeras apapun kita berusaha untuk mengabaikan masalah yang sedang terjadi, kondisi yang tercipta tetap tidak nyaman. Ambilah inisiatif untuk mengatasi masalah dan buanglah jauh-jauh anggapan bahwa siapa yang memulai pembicaraan terlebih dahulu, berarti dia yang kalah atau dia yang salah.
Gunakanlah bahasa yang lebih baik dalam suasana yang juga dikondisikan lebih baik, untuk membicarakan masalah ini berdua. BUkankan Allah SWT menyuruh kita untuk saling nasihat-menasihati dalam kesabaran dan dalam kebaikan? Dan, bukankah membiarkan masalah berlarut-larut hanya akan  membuang-buang waktu, pikiran, dan emosi yang seharusnya kita gunakan untuk hal yang lebih baik?
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam keadaan yang merugi. Kecuali mereka yang berimandan beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan salingmenasihati dalam kesabaran” (Al-Ashr[103]:1-3)
Marilah dari sekarang membiasakan diri menyelesaikan masalah denga tepat bersama orang yang tepat. Tinggalkan kebiasaan berdiam diri lalu kemudian malah menumpahkan masalah kepada orang lain. Percayalah bahwa ini hanya akan sedikit bahkan sama sekali takkan membawa hasil. Karena itu mulailah berbicara tentang apa yang anda harapkan padanya, sekarang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar